Minggu, 23 Januari 2011

Sepenggal Pengakuan


Di akhir Advent kesumat itu mencair
mengalir lewat cerah kepasrahan
Bermuara dalam suatu pengakuan

Ku ketuk pintu hatiNya
Tangan terbuka Dikau menyapa
Sebelum kuucapkan kata
Seakan Dikau tahu situasi yang ada

Tersendat kalimat itu hendak loncat
Tersangkut ia disana
Hanya tumpahan air bak mutiara menggenang
Terus… terus….tak terbendung

Ampuni aku ya Bapa
Telah kuingkari janjiku sendiri
Dikau hanya bilang:
“Anakku, Aku mengerti”

Saat itu juga
Cinta sendiri datang memelukku
Penuhi aku dengan kemewahan surgawi

Rosiany T. Chandra, 17 Des 2010

API YANG MENYALA TERUS



Seperti yang kita ketahui Mgr Johannes Pujasumarta telah diangkat Vatikan menjadi Uskup baru bagi Keuskupan Agung Semarang mulai tanggal 7 januari 2011 nanti. Sebelum ia meninggalkan Bandung, kami diberi kesempatan bertemu di tempat kediaman resmi beliau (8/12/2010). Dalam bincang bincang singkat sore hari itu terekam banyak hal, baik seputar masa tugas beliau di Keuskupan Bandung, maupun tentang gerak kehidupan gereja pada umumnya…


Sore itu Mgr bercerita bahwa beliau teringat akan peristiwa bersejarah dua setengah tahun yang lalu, saat ia ditahbiskan menjadi Uskup Bandung di Sasana Budaya Ganesha. Kala itu panitia mampu menjadikan moment tahbisan itu sebagai peristiwa iman umat bersama. Moment bersejarah itu amat berkesan dan berkenan di hatinya karena semua kalangan umat terlibat dengan penuh antusiasme. “ Api dari nyala lilin yang telah dibagikan ke umat itu, saya harapkan jangan padam. Biarkan ia menyala terus, sebagai lambang semangat pelayanan dan kerjasama yang selalu membara di tengah umat Katolik,” demikianlah ia tandaskan, ketika ditanyakan, apa saja hal-hal positif yang ia lihat sebagai seorang ‘outsider’ pada saat itu; kesan dan kenangan berharga untuk diperhatikan serta dikembangkan lebih lanjut di Keuskupan Bandung.

Ketika disinggung bahwa dua setengah tahun adalah masa yang relatif singkat untuk pengembangan karya-karya pastoral, Bapa Uskup tak menampiknya. Namun beliau menegaskan: ”Kendati demikian, buah buah Muspas telah mampu menjadi referensi arah dasar Keuskupan Bandung untuk periode 1 Januari 2010 – 31 Desember 2014 mendatang”
Himbauan Tuhan, “Duc In Altum” (bertolaklah ke tempat yang dalam) juga telah ditanggapi umat, salah satunya dalam bentuk pembangunan Ruang Adorasi Abadi “Pradipa Kumara” di Paroki Pandu.

Seiring dengan itu, selanjutnya ia berpesan, agar gerakan cinta Ekaristi mampu menjadi puncak pengalaman hidup rohani yang bisa dibagikan kepada orang lain sebagai wujud perutusan dalam kehidupan sehari hari.

Ia yakin keberadaan ILSKI dalam naungan spiritualis OSC serta Simposium dan Hari Studi Liturgi yang terus bergelombang dapat menunjang dan mampu menjadi landasan yang baik untuk mendukung gerakan umat agar lebih mencintai Ekaristi.

Tambahan pula, sejurus dengan hal ini, indikasi banyaknya umat yang mengikuti Ekaristi hingga melimpah ke luar gereja, adalah pertanda bahwa ruang gereja tidak mencukupi lagi. Perlu adanya rencana proyeksi ke depan dalam mengantisipasi hal tersebut.

Bapa Uskup dari dulu memang suka menulis. Kini dengan ditunjang oleh perangkat teknologi yang ada, beliau dengan cekatan dapat mencatat setiap peristiwa yang sedang berlangsung di laptop maupun Blackberry nya. Umat dapat segera mengakses berita terkini melalui blog nya di Multiply.

Disela-sela perbincangan, ia sempat menunjukkan kepada kami salah satu buku dari catatan peristiwa yang ia ketik dengan mesin ketik pada tahun 1983. Tampaknya, ia betul betul menghayati makna dari kata: “Pergilah, kita diutus”, yang selalu kita dengar di akhir sebuah misa. Ia diutus untuk membagikan cerita cerita bersejarah dan kabar baik itu sendiri kepada siapa saja melalui apa yang telah direnungkan dan ditulisnya.

Keguyuban para imam di Keuskupan Bandung pun menjadi perhatiannya. Melalui FORPITU ( Forum Pimpinan Tarekat dan Unio diharapkan terbangun jaringan kerjasama dalam meniti hidup bakti baik antara imam diosesan maupun di kalangan religius.

“ Saya tentu akan menyesuaikan kembali dengan kota Semarang, yang tak sesejuk kota Bandung”, demikian paparnya. “Selain itu beberapa pertemanan dan persaudaraan yang mengesankan akan menjadi kenangan indah di kemudian hari”, lanjutnya.
Di akhir pembicaraan, sekali lagi Bapa Uskup berpesan, agar api yang telah bernyala, jangan lah dipadamkan. Api ini diperlukan pekerja pekerja Allah untuk membangun gereja. Ia mengutip kata kata Rasul Paulus di 1 Korintus 3:6 : “ Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan”

Segenap umat di Keuskupan Bandung dengan tulus mengucapkan Terima Kasih dan Selamat Jalan kepada Bapa Uskup Johannes Pujasumarta. Tuhan memberkati beliau di ladang pastoral barunya nanti di Keuskupan Agung Semarang. ( Rosiany T. Chandra)(dimuat di Komunikasi edisi 363 Januari 2011)

SERVIS TERBAIK

Hari Sabtu sore di awal bulan Januari, anak dan suami ku berhalangan ke misa sore di Stasi Sukawarna. Aku pun sudah mengurungkan niatku ke gereja sore hari nan cerah itu.
Namun sejenak aku teringat sepedaku yang sudah lama ‘nganggur’ di garasi rumahku. Tergerak hatiku untuk menggowes saja ke Stasi. Kapan lagi kesempatan ini terbuka lebar? Kalau tak ke Stasi, yang letaknya hanya beberapa blok dari rumah, tentu aku belum berani ke jalan besar menghadapi mobil mobil yang tak kan ramah pada penggowes amatir ini.

Ternyata setelah sekian tahun tak pernah mengayuh, diperlukan keseimbangan badan yang cukup, agar kita tetap dalam posisi stabil untuk mengayuh. Dalam perjalanan, ada sedikit tanjakan yang perlu dilewati dengan mengeraskan buah betis yang disertai nafas yang memburu. Sebaliknya dalam meluncur kebawah, aku betul betul harus waspada dalam menarik pedal rem, agar sepeda tidak berhenti mendadak pula. Pake feeling lah!
Akhirnya tibalah aku di ujung jalan menuju Stasi. Dari jauh aku sudah melihat mobil Pastor Warhadi memasuki halaman Stasi. Bak tentara yang menang di medan laga, aku melambai lambaikan tanganku kepada beliau. Namun tampaknya ia tak mengenaliku, yang hari itu spesial pake jaket komplit dengan syal plus tas ransel kecil.

Aku memutuskan untuk memarkir sepeda yang tak berkunci itu di gerbang pintu menuju sakristi, agar aman oleh tangan tangan jahil. Disana bertemulah aku dengan Pastor Warhadi yang sedang bersiap –siap. Ia menyarankan padaku untuk parkir disitu saja, sembari sedikit kaget, siapa gerangan ibu yang bersepeda ini. Tak ayal beberapa umat stasi yang ku kenal, ikut datang melihat-lihat sepedaku, sembari ada yang bilang :” Wah, saya mau juga nih ke gereja naik sepeda”. Terfikir oleh saya saat itu, jika benar banyak umat yang datang bersepeda dari lingkungan sekitar gereja, tentu tak di perlukan lagi lahan parkir yang luas untuk menampung mobil- mobil yang ada.

Singkatnya, usai misa saya otomatis bergegas merogoh saku celana saya untuk mencari kunci mobil. Sempat sesaat aku tertegun, karena tak menemukannya! Aku baru tersadar, ketika melihat sang sepeda masih bersender manis di tempatnya. Aku tak ingat lagi, apakah saat itu aku berharap sepedaku berubah jadi mobil ya? Atau sebaliknya, apa sepeda perlu kunci mobil kah?

Kemudian sampailah aku menggowes ke depan Warung Cerbon yang ada di ujung kiri jalan menuju arah rumahku. Perut mulai keroncongan. Aku memutuskan untuk berhenti disitu untuk menyantap lotek kesukaanku. Paman parkir datang menyambutku dengan ramah. Bak gaya seseorang yang meminta jasa valet parking, langsung kuserahkan sepedaku kepada si paman. Ia pun lantas sigap mengambil sepedaku. Entah dimana diparkirnya, aku pun sudah tak peduli.

Usai bersantap, ku keluarkan selembar ribuan anyar dari dompetku. Paman parkir pun dengan gesit menyambarnya sembari menyerahkan sepedaku dengan membungkukkan badannya dengan hormat ke arahku. Valet parking tanpa karcis! Tapi…ya sudahlah, servisnya memuaskan kog!

Tak lupa, ketika aku mau mulai mengayuh sepedaku ke arah jalan besar, ia membunyikan pluit parkirnya …priiiiiittt…dengan suara lantang yang amat panjang sambil memberhentikan mobil yang hendak lalu lalang!
Dalam hati aku geliiiiiiiiii… sendiri, tapi tak berani ketawa sendiri lagiii…Padahal suara hatiku sudah ingin ngakak! Tapi kutahan- tahan sambil tetap mengayuh dan menahan tawa agar tak dikira ibu ini perlu dibawa ke RSJ!

Paman parkir telah memberikan pelayanan terbaiknya! (Rosiany T. Chandra)