Sabtu, 16 Juli 2011

Prof. Robertus Wahyudi Triweko, Ph.D.


KARYA ILMIAH BAGI MASYARAKAT

Acapkali ia mengawali aktifitasnya di pagi hari dengan mengikuti misa di stasi St Theodorus – Sukawarna, Bandung yang terletak persis di depan rumah tinggalnya. Rumah tinggal Rektor Unpar yang baru terpilih ini, sama sekali tidak menyiratkan kemegahan seperti posisi yang akan diembannya. Bahkan cenderung sederhana namun terasa ramah, sama seperti sikap si tuan rumah yang hangat menyapa.

Hasil rapat seluruh organ yayasan yang terdiri dari Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan Universitas Katolik Parahyangan pada tanggal 17 Juni 2011 yang lalu, telah menetapkan pria yang santun ini menjadi Rektor Universitas Katolik Parahyangan untuk periode 2011-2015, yang baru akan dilantik Oktober mendatang. Ia adalah Prof. Robertus Wahyudi Triweko, Ph.D.

Triweko, pria kelahiran Karanganyar, Surakarta, limapuluh tujuh tahun yang silam ini berhasil mengungguli dua calon Rektor lainnya, yakni: Dr. Ulber Silalahi dan Dr. Pius Sugeng Prasetyo. Keputusan tersebut didasarkan pada berbagai penilaian, yang dimulai dari sesi wawancara, serangkaian tes hingga presentasi program kerja pada seluruh Civitas Academica yang disaksikan oleh segenap anggota yayasan. Penilaian dari dua konsultan eksternal yang terlibat, juga menjadi dasar keputusan yayasan dalam memilihnya, untuk menggantikan posisi Dr. Cecilia Lauw yang akan segera berakhir.

Guru Besar Hidroteknik

Sejak menyelesaikan program studi Sarjana Teknik Sipil di Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan pada tahun 1980, ia mengajar di almamaternya. Berbagai tugas dan jabatan struktural pun pernah diembannya, antara lain Pembantu Rektor Bidang Administrasi dan Keuangan, Pembantu Rektor Bidang Kerjasama, Ketua Program Magister Teknik Sipil dan Dekan Fakultas Teknik Sipil sampai pada ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar Hidroteknik pada bulan Desember tahun 2007.
“Serangkaian pengalaman menjalani proses seleksi bakal calon Rektor Unpar, yang terbuka bagi peminat dari luar kampus Unpar, telah memperkaya saya. Seandainya saya tak terpilihpun, proses pemilihan ini sudah menjadi sebuah pembelajaran yang tak ternilai harganya”, paparnya dengan mimik tulus, yang mencerminkan kerendah hatiannya.

Keterlibatan Di Area Publik dan Swasta

Seperti yang ada dalam pemaparan rencana visi dan misi arah program kerja yang sudah ia presentasikan, ia melihat beberapa pemahaman tentang permasalahan yang dihadapi Unpar saat ini. Pemahaman tersebut tertuang dalam dua butir keprihatinan yang akan menjadi basis penataan program kerjanya mendatang. “ Pertama, saya melihat semangat kerja adalah kunci utama yang perlu dibangkitkan dari sebuah sumber daya manusia”, sampainya dengan sorot mata optimis. “Dengan semangat itu pula, dedikasi yang diiringi dengan konsolidasi dalam rangka transformasi ini, akan menghasilkan semangat kebersamaan”, demikian tambah suami dari Cresentia Triweko.

Lebih lanjut ia berharap, agar melalui kebersamaan ini, nilai nilai dasar yang sudah ditanamkan oleh para pendiri Unpar bisa digali, disegarkan dan dirumuskan kembali. Sejurus itu, ia memaparkan bahwa, program pelatihan kepemimpinan, lokakarya teknik pengajaran, pertemuan ilmiah dsb nya, diharapkan mampu meningkatkan kualitas serta kepercayaan diri para dosen yang tetap adalah tulang punggung sebuah Universitas. Jalinan kerjasama Unpar dengan beberapa univeristas di luar negeri akan memfasilitasi pilihan studi lanjut para dosen untuk program doktoral, yang menjadi syarat utama bagi posisi dosen tetap.

“Kedua, terkait dengan pengembangan Unpar ke depan, perlu dilakukan penataan sistem di tubuh Unpar, agar visi dan misi Unpar lebih menggema” ujar Triweko. Dewasa ini, belum banyak kontribusi nyata dari Universitas di Indonesia pada umumnya kepada pembangunan bangsa. Salah satu misi Unpar yang ingin diwujudkannya adalah, realisasi pengkajian ilmiah serta penerbitan karya dan jurnal ilmiah bagi kepentingan publik/lembaga pemerintah.

Triweko antusias, melalui karya ilmiah tersebut, keterlibatan karya dosen dan mahasiswa di masyarakat dapat memberi manfaat secara langsung kepada yang membutuhkan. Dengan demikian, peran serta Univeristas secara aktif dalam membangun masyarakat dan bangsa akan menjadi nyata, sesuai visi Unpar yang berbunyi : ‘Menjadi Komunitas Akademik Beriman Yang Mengembangkan Potensi Lokal Pada Tataran Internasional Demi Peningkatan Martabat Manusia.’
“ Keterlibatan Universitas Katolik Parahyangan di area publik dan di area swasta yang belum terbangun, akan dibina di waktu mendatang”, janjinya dengan optimis.

Ketika disinggung tentang Fakultas Teknik Arsitektur yang disebut-sebut sebagai yang terbaik di Unpar, ia mengatakan bahwa sebenarnya di Unpar tak ada istilah fakultas favorit. Masyarakatlah yang telah memberi penilaian tersebut. Sedangkan Fakultas Filsafat yang di masa lalu identik dengan fakultas para calon imam, ia berkomentar : “Sudah beberapa tahun ini, Fakultas Filsafat mengembangkan program studi Filsafat Budaya yang terbuka bagi awam/non katolik, sehingga cap yang diberikan kepada fakultas tersebut, tak sepenuhnya benar lagi”, tandas ayah dari tiga orang puteri ini.

Menanggapi tentang sempat timbul atau sekurangnya ketidakharmonisan di masa lalu antara pihak rektorat dengan yayasan, Triweko berpendapat :”Kuncinya adalah hal komunikasi. Layaknya dalam sebuah keluarga besar, seiring dengan komunikasi yang terbuka, produktifitas akan meningkat”. Ia tidak menampik ketika dikatakan Unpar adalah sebuah universitas katolik yang tidak terlalu membawa bendera katolik. Namun Triweko beraspirasi: “Kendati di ruangan ruangan tidak ada salib, semangat katolisitas itu tidak hanya ditampilkan dalam wujud simbol-simbol saja, namun lebih pada perilaku dan sikap yang mencerminkan kekatolikan itu sendiri”. “ “Selain itu, hal tersebut adalah warisan dari para pendiri, yang pada dasarnya ingin memberikan proses pembelajaran bagi setiap orang, tanpa membedakan agama tertentu”, ujarnya dengan bijaksana.

Mengggereja

Triweko, yang punya hobbi fotografi dan penikmat wisata alam ini, tampak bugar dan sangat bersahaja dalam bertutur kata. Setiap kalimat yang diucapkannya selalu didasari data detail yang cermat, menandakan sikap ketelitiannya. Mewarnai kesibukannya di Unpar, beberapa tahun yang lalu, ia masih sempat menjabat sebagai ketua Stasi St. Theodorus, Paroki Pandu, Bandung selama dua periode. “Sampai saat ini ia masih menjadi wakil ketua PGAK Stasi dan masih sempat menghadiri pertemuan lingkungan”, demikan sampai Pak Suraji, mantan ketua lingkungannya.

“ Pak Triweko, adalah seorang yang ulet, teliti serta teguh memegang visi dan misi Unpar. Ia juga seorang yang humanis serta memiliki kemampuan dokumentasi yang bagus”, kesan Pak Hubertus, dosen di Unpar, sekaligus umat satu lingkungan.

Menyikapi kemungkinan adanya potensi lokal yang bisa dijadikan sumber hal yang positif bagi dunia pendidikan di luar negeri, ia berfilosofi: ”Ketika kita ingin tumbuh sebagai pohon yang besar, kita harus berakar di tempat itu dulu, agar tak mudah roboh”.(Rosiany T Chandra)

BERITA HILANG YANG HEBOH




Siang hari Selasa itu (14/6/2011), seorang ibu mendadak menelepon saya. Karena panggilan tsb tak terangkat oleh saya, melalui seseorang, sampailah berita itu kepada saya juga, dalam rupa sebuah pesan singkat di telpon genggam saya, yang berbunyi : “ Bruce hilang di Dago Pakar. Sampai sore ini Pastor Rob masih sedang mencarinya.”

Saya amat terkejut membaca pesan singkat tsb. Yang terlintas di benak saya pada saat itu, kog bisa ya, Bruce hilang pada hari selasa itu. Setahu saya, Pst Rob, Bruce dan saya suka menapaki bukit dago pakar pada hari Sabtu pagi. Lalu untuk mencari tahu berita yang jelas, saya pun segera menelepon Pst Rob. Beliau mengangkatnya dan mengatakan tadi pagi bersama Bruce dan dua orang teman, jalan ke dago pakar naik angkot. Saat itu sudah mendekati pkl 14.00 siang. Mereka sudah mencarinya sejak pagi.
Ketika pada saat kejadian, Bruce yang seperti biasanya bebas berlarian, lari turun ke bawah jurang saat melihat seekor kera dan lari ingin mengejarnya. Pada saat itu, kemungkinan karena asyik berlari dan mengejar, ia kehilangan arah dan kemudian terjebak dalam sebuah palung di dasar jurang. Ia tak bisa membebaskan diri dari situasi tsb.

Saat itu Pst Rob (72 tahun!), dengan dibantu oleh beberapa tukang Ojek, turun menyusuri jurang, sambil memanggil-manggil Bruce. Awalnya suara gonggongnya masih terdengar, namun perlahan suara gonggongnya mulai samar dan akhirnya tak terdengar sama sekali. Mereka tak bisa melihat, dimana posisi sebenarnya ia berada saat itu.
Setelah kejadian, Pst Rob baru bercerita, betapa ia hampir terperosot kebawah jurang, ketika untung tepat pada saat itu ia berhasil berpegangan pada ranting atau akar pohon yang ada diantara semak belukar di sisi jurang itu. Bagi anda yang pernah jalan di bukit dago pakar, mungkin mempunyai bayangan betapa curamnya pemandangan kebawah pada sisi jurang, dimana kita biasa jalan di atas jalan setapak itu.

Usai berbicara dengan Pst Rob di telpon, saya termangu sesaat, dan menjadi lebih mencemaskan keadaan beliau daripada keadaan si Bruce sebenarnya. Kendati saya juga ikut menyayangkan hilangnya si Bruce, namun kondisi Pst Rob saat itu yang pasti belum makan siang dan kelelahan sejak pagi mencari lebih mengkuatirkan saya. Untuk menenangkan hati saya, saya menelepon Pst Darno, utk melaporkan hilangnya si Bruce, dan sekaligus sharing kecemasan saya pada beliau. Akhirnya Pst Darno mengatakan sambil menenangkan, bahwa kalau Bruce sampai tak diketemukan, sudahlah… nanti cari anjing baru lagi.

Sesaat kemudian, saya menelepon balik Pst Rob, ingin menyampaikan agar ia mengakhiri saja pencarian tsb demi keselamatan Pst Rob sendiri. Namun telepon tak bisa dihubungi lagi. Rupa rupanya, kemudian hari Pst Rob mengatakan bahwa batere telponnya habis.

Berbagai pikiran melintas di benak saya pada saat saya tak berhasil menghubungi beliau lagi. Sedikit ada penyesalan pada saya, karena memang sudah beberapa minggu itu, saya tidak bisa mengajak Pst Rob dan Bruce untuk jalan di dago pakar karena berbagai kesibukan saya. Seandainya saya menyempatkannya, tentu mereka tak harus naik angkot untuk ke dago pakar dan mungkin kehilangan Bruce tak akan terjadi. Berandai…andai.. sambil perasaan saya tetap kuatir, harap cemas dan sedih juga sekaligus tak kan ketemu Bruce lagi, si anjing biara saleh yang setia menemani kami berjalan di dago pakar.

Dalam pada itu, saya masukkan berita kehilangan ini di grup BB Pandu. Wah.. respons nya macam-macam, antara lain ada yang prihatin, cemas, sedih dsb. Tapi banyak yang ikut mendoakan juga bagi keselamatan anjing dan majikannya. Bahkan ada yang menanyakan, yang hilang pst Rob atau si Bruce! Ha ha ha….
Akhirnya, malam itu datang juga berita dari Pst Rob ke telepon saya, yang mengatakan bahwa, Bruce tidak ditemukan. Namun, kata Pst Rob, ia meninggalkan nomer telponnya pada tukang ojek yang ikut mencari tadi. Siapa tau, jika mereka menemukan , bisa menghubungi dia. Yah.. saya ikut sedih juga, namun di sisi lain bergembira bahwa Pst Rob telah pulang ke Pandu dalam keadaan sehat walafiat.

Hanya lima menit berselang, berdering telpon saya lagi. Suara Pst Rob di seberang sana yang dengan lantang mengatakan : “ Bruce sudah ditemukan oleh tukang ojeg! “. Wah.. saya senang bukan kepalang. Sontak, saya menjerit dan loncat gembira sambil tetap menggenggam telpon. Anak saya, sambil kaget bertanya ada apa. Ha ha ha. Tanpa basa basi, saya pun menawarkan Pst Rob, agar esok pagi kita segera menjemput sang anjing biara.

Singkat cerita, esok subuh saya segera meluncur ke Pandu sambil menyetir Innova saya, yang sudah saya tatakin kertas koran yang banyak di bagian belakangnya, tempat bagi Bruce. Di dago pakar, kita bertemu dengan bapak tukang ojeg dan kemudian menghampiri rumahnya. Kami melewati track baru yang indah sekali pemandanganya.

Akhirnya terjadilah juga perjumpaan yang mengharukan itu.. Bruce berlari ke arah kami, seperti yang terjadi di film film yang mengisahkan pertemuan yang mengharukan…hix….hix…..guk…guk… Ia menggoyang-goyangkan ekornya.. Terima kasih ya untuk semua pendoa di grup BB hari itu yang dengan tulus sudah mendoakan.

Di akhir pertemuan, pak Ojek berkata: “ Tadi malam usai ditemukan, kami gendong ia naik ojeg ke rumah, kami beri dia minum air, namun dia tidak mau. Tapi ketika diberi susu, ia baru mau. Lantas kami beri ia nasi, ia juga ga mau makan. Namun ketika kami beri ia sosis, ia lahap sekali!”
Nah loh!! Mentang –mentang anjing nya orang londo, emoh makanan lokal ya. Ha ha ha ha ha……..

Inilah sepenggal kisah dari biara Pandu..(Rosiany T Chandra)

PENGHARGAAN BAGI KETUA LINGKUNGAN/WILAYAH




Dewan Pastoral Keuskupan Bandung memulai safari Konferensi Ketua Wilayah/Lingkungan se Keuskupan Bandung ini dari Wilayah Palem Suci ( Pandu, Lembang, Sukajadi, Cimahi). Dan yang menjadi tuan rumah pada acara yang diadakan pada hari Rabu, libur Nasional (29/6) tersebut adalah Paroki Pandu.

Acara di pagi hari yang dihadiri oleh seluruh ketua wilayah dan ketua lingkungan( kurang lebih 178 peserta) di wilayah Palem Suci ini, diawali dengan ibadat pagi yang kemudian ditutup dengan menyanyikan lagu mars Komunitas Basis.
“Konferensi ini bukanlah semua seminar atau ceramah, tetapi merupakan sebuah ajang bagi kita untuk bekerja bersama-sama, saling berbicara, serta bertukar fikiran”, ujar Vikjend Romo Wirasmohadi Suryo, Pr dalam sambutannya mewakili Administrator Apostolik Keuskupan Bandung, Mgr Ignatius Suharyo yang berhalangan hadir. Kemudian ia menambahkan pula bahwa, pertemuan ini diadakan sebagai bentuk penghargaan bagi seluruh ketua wilayah dan ketua lingkungan, sebagai gembala kelompok terkecil dari Dewan Keuskupan. Sambutan berikutnya adalah dari Pastor T. Warhadi, OSC yang mewakili Pandu dan Bapak Rukiyat dari Dewan Keuskupan Bandung.

Seperti kita ketahui, tema pastoral Keuskupan Bandung 2011 adalah Komunitas Basis. Untuk lebih menghayati tema pastoral ini, Dewan Keuskupan Bandung telah mengundang Romo Dr. Andang Binawan, SJ untuk membekali para pengurus wilayah/lingkungan.
“Lingkungan diharapkan dapat menjadi sebuah komunitas basis yang bukan hanya sekedar satu persekutuan doa.” sampai Romo Andang. ” Untuk itu sebuah pola kepemimpinan yang partisipatif di lingkungan ikut memainkan peran penting dalam mendukung Komunitas Basis yang dicanangkan ini” tambah Dokor Filsafat ini menjelaskan. Lebih jauh ia menandaskan bahwa, kepemimpinan yang partisipatif itu laksana menggiring air dengan cinta, yang mengibaratkan paroki dengan lingkungannya adalah sebuah struktur paguyuban umat beriman sebagai tubuh mistik Kristus..

“ Dari fata fakta yang ada di kota besar, tak dipungkiri bahwa keterikatan emosional umat pada paroki tertorial cenderung menurun, yang mengakibatkan umat sulit diajak terlibat baik dalam kegiatan maupun kepengurusan lingkungan”, ujar Romo Andang yang menjadi pengajar di STF Driyarkara. Selain itu ia memaparkan bahwa agama semakin tersingkir seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk mengantisipasinya, pengurus lingkungan diharapkan mampu mengembangkan kreatifitas dalam mengolah kegiatan di lingkungannya agar menjadi sebuah kebutuhan umat. Dengan demikian partisipasi umat bisa digugah melalui kebutuhan tersebut. Dalam hal ini fungsi teknologi bisa dimanfaatkan sebagai media penyebar informasi.
“Seperti seorang gembala yang mengenal baik domba-dombanya, demikian juga halnya dengan seorang pengurus lingkungan wajib memiliki kepekaan serta pengatahuan akan data data umatnya” pesan Romo Andang. “Dengan demikian gaya berpastoral yang berbasis data akan menjadi kenyataan” tambahnya kemudian.

Sesi tanya jawab yang dipandu oleh moderator Bapak Endang (Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Bandung) mendapat respons baik dari hadirin yang memenuhi Aula atas Pandu itu. Acara yang dihadiri Pastor Yulius, OSC (St. Laurentius), Pst Widyasuhardjo, OSC ( St Ignatius- Cimahi) ini tak terasa bergulir hingga pkl.13.00.

Rangkaian acara selanjutnya adalah pembagian sertifikat penghargaan yang ditanda tangani oleh Uskup Agung KAJ, Mgr Ignatius Suharyo, selaku Administrator Apostolik Keuskupan Bandung kepada masing-masing ketua lingkungan yang diterima oleh masing-masing pastor paroki. Acara sepanjang pagi hingga siang hari itu dipandu oleh MC, Ibu Endah Sulistyawati yang menyemarakkan acara dengan selingan berbagai kuis, games plus hadiah menarik lainnya. Peserta merasa segar terus hingga akhir acara yang ditutup dengan sesi foto bersama serta ramah tamah dengan seluruh partisipan yang hadir.(Rosiany T Chandra)

KOMUNIKASI Agustus 2011

PESTA NEGERI PELANGI


Dalam menyambut liburan sekolah, sekurangnya limarustigapuluh anak usia sekolah berkumpul dan bermain bersama di hamparan rumput halaman depan Panti Asuhan Desa Putera (milik KAJ) di Srengseng Sawah, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada hari Minggu, tanggal 3 juli 2011. Keceriaan anak –anak ini dikemas oleh segenap anggota komunitas Sant’ Egidio dalam sebuah acara yang diberi nama: ‘Pesta Negeri Pelangi’.

“Negeri Pelangi melambangkan dunia masa depan, dimana kita berusaha untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan manusiawi, dunia yang lebih bersolidaritas serta dunia yang mencintai bumi, ekologi & alam seisinya”, demikian ujar Yolanda Octavia sebagai ketua panitia Pesta Negeri Pelangi 2011.

Pesta ini didukung oleh kurang lebih seratus duapuluhlima anggota komunitas serta relawan, dengan menyajikan rangkaian stand stand permainan bagi anak-anak dan remaja, yang bercirikan nilai perdamaian, solidaritas, saling menghormati serta perlindungan terhadap alam. Selain itu komunitas Sant’ Egidio juga ingin mengajarkan anak- anak tentang nilai persahabatan dengan sesama, baik itu terhadap yang lebih tua, lebih muda maupun sebaya tanpa mempersoalkan berbagai perbedaan latar belakang, ras dan budaya. Sejurus dengan itu, undangan pun disebar ke berbagai panti asuhan dan sekolah dari berbagai yayasan agama/non agama dari mulai Jakarta hingga Bandung, Rangkasbitung, Serang dan Cibubur.

Anak –anak berbaur gembira menikmati aneka permainan tanpa memperdulikan teriknya sinar mentari pagi hingga siang hari itu, sama seperti mereka pun tak mempersoalkan dari sekolah atau panti asuhan mana mereka berasal. Selain mendapatkan sebuah tas yang berisi kaos, topi serta air mineral, anak- anak mendapatkan berbagai snack serta paket makan siang yang dinikmati bersama dengan seluruh peserta baik pembina, volunteer dan segenap anggota komunitas Sant’ Egidio.

Kehadiran Pastor Francesco Marini SX, Romo Agus Riyanto, MSF (Pastor Kepala Paroki Ratu Rosari Jaga Karsa), Br Tarcisius, BM (direktur PA Desa Putera) serta bruder bruder dari Budi Mulia turut memeriahkan Pesta Negeri Pelangi. (Rosiany T Chandra)

Telah dimuat di majalah HIDUP Nr 29 ( 17 Juli 2011)

DEKLARASI KEGEMBIRAAN KAUM MUDA


“Saya menyadari bahwa hidup saya adalah sebuah kegembiraan. Saya mencari Rahmat dalam setiap keadaan karena diperbaharui oleh hubungan kreatif saya dengan semesta alam, dengan gagah berani saya menempuh kehidupan saya dengan kegembiraan, kebaikan, keindahan, dan kegembiraan yang semakin bertambah. Karena saya hidup dalam kegembiraan saat demi saat. Saya merupakan berkah bagi semua orang yang saya kenal, semua yang saya dukung, dan semua yang saya kasihi. Saya melihat dunia saya melalui kacamata kegembiraan dan saya menjadi ceria, dilindungi, dan dikasihi seutuhnya.”

Berbagai rangkaian acara dalam menyambut Bandung Diocese Youth Day 2011 (BDYD), sebenarnya sudah terdengar gaungnya sejak diadakannya perlombaan Futsal pada bulan April yang lalu. Namun puncak acara Hari Kaum Muda Keuskupan Bandung ini betul betul terasa gemanya pada hari Sabtu, 2 Juli 2011 di GOR Pajajaran, Bandung. Segenap kaum muda Katolik berkumpul bersama untuk sebuah acara yang dikemas dengan tema : “Orang Muda Peduli Budaya”.

“ Diharapkan melalui BDYD ini, keprihatinan terhadap kemerosotan nilai moral kaum muda bisa dibangkitkan kembali. Selain itu wujud figur yang bisa diteladani kaum muda sekiranya dapat ditampilkan pula, ditengah merebaknya berbagai pergeseran nilai figur mana yang pantas diidolakan, terkait banyak berita miring seputar tokoh tokoh yang banyak diberitakan di mass media akhir- akhir ini”, demikian ungkap Pastor Antonius Haryanto, Pr sebagai ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Bandung, penggagas acara temu anak muda ini. “ Temu acara ini menunjukkan pula bahwa Gereja peduli pada orang muda”, tambah Pastor Haryanto.

Perayaan Kaum Muda ini dibuka dengan misa yang dipimpin oleh Administrator Apostolik Keuskupan Bandung, Mgr Ignatius Suharyo sebagai selebran yang didampingi konselebran, Pastor Dwi Harsanto, Pr (Sekr. Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI) dan Pastor Antonius Haryanto, Pr serta beberapa konselebran lainnya.
Dalam homilinya, Bapa Uskup mengutip injil I Timotius 4:12 yang berbunyi: Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.

Menanggapi ayat itu, Bapa Uskup mengajak kaum muda agar dalam semangat antusiasme, memberi bentuk pada budaya kehidupan serta mempunyai kerinduan untuk mewujudkan daya kehidupan itu sendiri, sesuai makna antusiasme ( dari kata enteos = dalam Allah). “Semangat tanpa kenal lelah sebagai sumber kegembiraan, dapat terwujud ketika kita hidup di dalam Allah”, demikian Bapa Uskup mengakhiri homili misa petang itu yang kemudian dirangkaikan dengan sebuah Deklarasi Kegembiraan yang disuarakan oleh beberapa kaum muda dengan penuh antusias.

Kurang lebih 2500 kaum muda ambil bagian dalam pentas seni dan budaya seusai misa yang bernuansa inkulturasi. Rangkaian perjumpaan kaum muda yang indah ini selain diisi dengan aneka perlombaan( jingle, vocal group, fotografi serta pentas seni), juga dimeriahkan oleh terselenggaranya lima bidang workshop( liturgi, wirausaha, lingkungan hidup, teater rakyat dan politik) yang telah dilaksanakan beberapa hari sebelum puncak acara.

Hasil dari beberapa workshop ini diharapkan, mampu menjawab berbagai keprihatinan kaum muda dalam mewujudkan mimpi mereka. Disamping itu melalui gerakan ini, antusiasme kaum muda katolik bisa digairahkan serta bisa melahirkan beberapa aspirasi yang berkaitan dengan budaya nilai; agar hasil kreasi budaya ini bisa menjadi andalan bagi berjalannya Komunitas Basis yang bisa menggerakkan paroki mereka masing-masing, sesuai arah tema pastoral Keuskupan Bandung 2011. (Rosiany T Chandra)

Telah dimuat di majalah HIDUP Nr 29( 17 Juli 2011)

Perbaharui Diri Dalam Konvenda VIII


Sekitar limaratus orang perwakilan pengurus serta aktivis yang
tergabung dalam BPK PKK (Badan Pelayanan Keuskupan PembaharuanKarismatik Katolik) berkumpul pada tanggal 17-19 Juni 2011 di Grand Hotel Lembang, Bandung. Mereka adalah para peserta Konvensi DaerahVIII Pembaharuan Karismatik Katolik yang berasal dari tiga keuskupan (Jakarta, Bandung dan Bogor). BPK PKK Keuskupan Bandung kali ini mendapat giliran sebagai tuan rumah penyelenggara Konvenda, kegiatan yang bergulir sekali dalam tiga tahun itu.

Dengan mengusung tema “ Jangan biarkan kerajinanmu kendor, biarlahrohmu bernyala-nyala, dan layanilah Tuhan ( Roma 12:11), seluruh peserta Konvenda diajak untuk melihat kembali perjalanan iman dan karya pelayanan Gerakan Pembaharuan Karismatik Katolik. Tema tadi berusaha menggugah semangat dan kesadaran para peserta bahwa pembaharuan diri para aktivis adalah modal spiritual guna berkecimpung dalam upaya pembaharuan gereja lokal dalam terang dan kuasa Roh Kudus.

Rangkaian acara selama tiga hari ini, diawali dengan misa agung pembukaan oleh Mgr Ignatius Suharyo sebagai selebran utama, didampingi beberapa imam konselebran lainnya. Selanjutnya, acara Konvenda ini diisi dengan adorasi, pujian dan penyembahan (praise & worship), berbagai ceramah, sambung rasa & tukar pikiran, serta lokakarya tentang kurnia dan tantangan Roh Kudus. “Diharapkan rangkaian acara ini dapat menyulut inspirasi untuk menjadikan diri mereka menyala nyala berkat sentuhan & siraman Roh Kudus, hingga siap diutus untuk melayani siapapun, agar
banyak orang semakin bersemangat dan penuh sukacita dalam mengikuti Tuhan kita Yesus Kristus”, demikian papar Moderator BPK PKK Keuskupan Bandung, Pastor Yustinus Hilman Pujiatmoko, Pr.

Selaras dengan topik ceramah, “ Back to Basic” , oleh Bapak Felix Ali Chendra, Pastor Hilman menandaskan bahwa salah satu ciri khas dari pembaharuan Karismatik Katolik adalah karunia Roh Kudus. Karunia ini lah yang harus dipunyai oleh para aktivis di setiap Persekutuan Doa, yang tentu akan mempengaruhi perjalanan PD tersebut. “Apa jadinya bila PD tidak mempunyai karunia, persekutuan itu akan tumpul bahkan mati sebab menjadi suatu komunitas tanpa Roh, tanpa Spirit yang hidup dan
menghidupkan”, ujar Pastor Hilman menambahkan.

Selain ceramah di atas, masih ada ceramah umum II yang bertajuk
"Biarlah Rohmu menyala-nyala” (Pastor Eka Wahyu Djoko Santoso, OSC), ceramah umum III “Duc in Altum”( Bpk Endie Raharja), ceramah umum IV "Empowered Leadership" (Pastor John Bunay, Pr). Untaian ceramah ini disambung beberapa lokarya tentang metode narasi serta pemberdayaan SDM dalam komunikasi, pujian, penyembahan, regenerasi dsbnya. “Rangkaian tema dan kegiatan itu telah dikemas sedemikian rupa untuk memperkaya peserta”, tutur Ibu Susilawaty Surjana, koordinator BPK PKK Keuskupan Bandung.

Ketika ditanyakan bagaimana jalur dan pola pengembangan gerakan
Karismatik Katolik saat ini, Pastor Hilman mengatakan bahwa,
pengembangan di jalur parokial bertumbuh seirama dengan jalur
kategorial, misalnya tumbuhnya PDKK di komunitas mahasiswa,
pengusaha, guru dsbnya. “Semoga lewat Konvenda VIII ini, para pucuk pimpinan maupun basis akar rumput gerakan Karismatik Katolik sungguh memahami aneka karunia Tuhan, agar semakin banyak orang yang diperbaharui dan digerakkan oleh
Roh Kudus sendiri sehingga lebih banyak umat yang terlibat agar Gereja kita semakin hidup dan berbuah bagi banyak orang”, harap Pastor Y.Hilman Pujiatmoko, Pr ( Rosiany T Chandra)

Telah dimuat di majalah HIDUP Nr 27 (3 Juli 2011)