Senin, 31 Mei 2010

YANG TERTINGGAL HANYALAH CINTA…(IT REMAINS…LOVE)


Beberapa saat yang lalu, ibu saya mendapat kunjungan dari kakak perempuannya dan beberapa sanak saudara lainnya, termasuk keponakan keponakan dari Jakarta.

Ibu saya sudah sejak kira kira sepuluh tahun yang lalu menderita Parkinson desease. Semenjak ayah saya meninggal 9 tahun yang silam, ia tinggal sendirian di Jakarta. Namun lima tahun terakhir ini, ia tak mampu lagi untuk tinggal sendiri.Dengan berat hati ia mengikuti saran kami untuk mau tinggal bersama kami. Demikian juga kehendak kakak kakak ku yang bermukim di luar negeri.

Ibu pernah mengatakan bahwa, ia masih senang tinggal dirumahnya sendiri. Berada di tengah tengah suasana rumah serta perabot yang sarat akan kenangan kenangan hidup tentunya membawa arti tersendiri baginya. Selain itu, ia tentu merasa bahwa dirumahnya ia bisa melakukan hal hal sesuka hatinya tanpa harus memperhatikan keberadaan kami. Ia pernah mengutarakan contoh, bahwa seandainya ia ingin memaku dinding rumahnya untuk meletakkan foto misalnya, ia bisa melakukan sesuka hatinya tanpa meminta izin kepada kami sebagai pemilik rumah. Apapun alasannya, bisa dimengerti jika dimasa senja, ia tetap ingin hidup mandiri di rumahnya sendiri.

Pada sisi kami yang terbiasa hidup sekeluarga, tentu memerlukan masa penyesuaian agar bisa saling memahami dan memberikan pengertian. Beruntung saya mempunyai seorang suami yang banyak memberikan perhatian lebih kepada ibu saya, lebih dari apa yang bisa saya beri sebenarnya, jika saya berkata jujur. Ia bisa mengajak ibu saya mengobrol dan menceritakannya hal hal yang menarik baginya. Dari kecil saya memang tidak terbiasa menceritakan hal hal kecil kepada ibu. Kebiasaan ini berlanjut hingga saat ini. Kebiasaan ini dimanfaatkan oleh ibuku untuk menjalin kedekatan dengan menantunya.

Kunjungan kakak dan sanak saudara dari Jakarta menjadi seperti obat pelepas rindu. Serta merta gossip dan cerita seputar keluarga kembali mewarnai percakapan mereka sepanjang hari itu. Cerita cerita nostalgi jaman perang dan masa kecil kembali mendominasi obrolan mereka. Jika saya perhatikan, sebenarnya hal hal baru yang diceritakanpun selalu terkait dengan hal hal masa lampau yang amat lekat.

Saat tiba waktunya rombongan akan pulang ke Jakarta, ibu mengusulkan untuk doa bersama. Lantas seorang sepupuku memimpin doa. Lalu atas permintaan ibuku pula,
agar kita bernyanyi bersama sambil memuji namaNya. “ Nyanyinya harus lima lagu ya, lebih boleh, kurang tak boleh! “,ujar ibu penuh semangat.

Ibuku amat menikmati kebersamaan ini. Permohonan lagu itu sepertinya hanya sebagai sinyal agar ia boleh menikmati kebersamaan itu lebih lama lagi.

Kita tidak bisa memilih bagaimana bentuk keberadaan akan hari tua kita kelak. Kita pun tak bisa memilih apakah kita akan sehat selalu atau didera penyakit. Yang bisa kita lakukan hanyalah menjaga kesehatan dan kehidupan yang sudah diberi ini secara bertanggung jawab saat ini. Yang utama penuhilah jiwa dan batin kita dengan cinta kasih, karena hanya itulah yang kita miliki nan berarti esok hari saat kita tak berdaya…mencinta dan dicintai. Hanya itu yang bisa kita beri, terima dan rasakan.

Hanya itu saja yang tertinggal….untuk dinikmati