Senin, 26 April 2010

MENGENANG GUS DUR



Pada hari senin tanggal 12 April 2010 Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan Majelis Jemaat & MY Cinema GKI menyelenggarakan diskusi MENGENANG GUS DUR di gedung Gereja Kristen Indonesia yang berada di Jalan Maulana Yusuf - Bandung. Dalam temu wicara ini, panitia mengundang beberapa nara sumber sebagai pembicara.

Mereka adalah Prof Dr Franz Magnis – Suseno (guru besar Filsafat STF Driyarkara-Jakarta & rohaniawan), Prof Dr Jalaluddin Rakhmat (Cendikiawan Muslim Indonesia) dan Damien Dematra , penulis buku Sejuta Hati Untuk Gus Dur.

Acara ini menjadi unik karena bertempat di Gereja Kristen Indonesia, dimana pembicaranya adalah seorang Romo dari gereja katolik dan seorang aktivis dari cendikiawan muslim. Suasana diramaikan pula oleh penampilan muda mudi dari Universitas Sunan Gunnung Jati dalam acara hiburan yang mempersembahkan lagu lagu yang berirama khasidah. Sepertinya tema yang diusung panitia malam itu : GUS DUR : Pemikiran, Karya dan Masa Depan Kehidupan Keberagamaan Di Indonesia sangat menggema gaungnya di tengah tengah hadirin yang memadati bangku bangku yang tersedia.

Romo Magnis, demikian ia sering disapa, memang seorang sahabat dari alm. Gus Dur. Ia menggambarkan bahwa sosok Gus Dur adalah satu perpaduan antara pribadi yang jujur dan licik. Ditambahkan pula bahwa secara pribadi Gus Dur yang ia kenal adalah seorang yang bicara ceplas ceplos seadanya. Namun dibalik semua itu, Gus Dur adalah seorang tokoh yang amat benci pada segala yang berbentuk fundamentalis. Ia amat terbuka dalam menerima segala perbedaan. Dari beliau pula tema pluralisme yang diusung acara ini menjadi milik keberagaman hadirin yang memenuhi ruangan malam hari itu.

Nilai nilai pluralisme itu sendiri terlihat dari kehadiran pengunjung yang berasal dari berbagai latar belakang suku, agama dan budaya. Lagu bernuansa islami yang bergema di awal dan sesi break acara di dalam gedung gereja menambah suasana kebersamaan dari lintas agama. Terdengar seorang ibu yang memakai jilbab berbisik dengan sesama pengunjung : “Saya baru pertama kali berkunjung ke gereja dan diterima dengan tangan terbuka”.

Boleh dibilang Gus Dur adalah seorang tokoh yang telah mengawali era keterbukaan ini. Kang Jalal, demikian Prof Dr Jalaluddin Rakhmat akrab disapa, menyampaikan bahwa Gus Dur adalah seorang sahabat yang telah merubah pola pikirnya yang tadinya adalah seorang fundamentalis. Ia mengenang banyak pengajaran-pengajaran Gus Dur itu lewat sebuah contoh dan lelucon yang membuat ia tertawa namun berfikir jauh.

Pembicara yang ketiga adalah Damien Dematra, penulis buku Sejuta Hati Untuk Gus Dur. Ia menjelaskan bahwa buku tersebut ditulis hanya dalam tempo waktu satu minggu setelah Gus Dur wafat. Buku ini adalah bentuk ekspresi rasa duka, rasa kecewa dan ‘amarah’ penulis kepada situasi yang ada. Damien mengatakan bahwa sebenarnya ia sedang menyiapkan pembuatan film dokumenter tentang Gus Dur yang seyogianya akan di launch tahun ini. “Keadaan berkata lain”, demikian ungkapnya tentang 'amarah' kekecewaannya.

Acara malam itu adalah gratis dan semua hadirin mendapat paket makan malam yang telah disediakan oleh panitia.Tersedia pula kopi dan teh sebagai pelengkap. Doorprize berupa buku buku dari Gramedia dibagikan kepada yang berhasil menjawab beberapa pertanyaan quiz yang diajukan MC.

Langkah awal tentang nilai pluralisme hidup keberagamaan yang telah dicanangkan oleh Gus Dur sepertinya mendapat wujud yang nyata dalam diskusi malam itu. Semoga sikap ini tak terbatas hanya di dalam ruangan saja, namun melintas jauh dan menempati banyak hati umat beragama di Indonesia.(Rosiany T.Chandra)

3 komentar:

  1. Selamat ya atas BLOG barunya, langsung keren! Semoga terus rajin mengisinya.
    Ciao.
    PYM

    BalasHapus
  2. Turut mengucapkan selamat Sian atas kreasinya yang kini telah terwadahi dengan cantik di sini,horee... selamat asyik dengan dunia seorang blogger ya...hehe..Selamat juga Rm Heri yang telah menginspirasi kami semua dengan tulisan-tulisan segarnya selama ini. Lanjutkan yaa..!

    BalasHapus
  3. Seandainya semangat pluralisme dan keterbukaan Gus Dur dihayati seluruh bangsa kita, pasti tidak lagi ada pembakaran gereja dan penutupan tempat ibadah hanya karena sentimen sebagian golongan ya Sian....Gus Dur, engkau terlalu cepat pergi, tapi semangatmu semoga tidak akan padam di hati mereka yang mencintai semangatmu

    BalasHapus