Minggu, 23 Januari 2011

SERVIS TERBAIK

Hari Sabtu sore di awal bulan Januari, anak dan suami ku berhalangan ke misa sore di Stasi Sukawarna. Aku pun sudah mengurungkan niatku ke gereja sore hari nan cerah itu.
Namun sejenak aku teringat sepedaku yang sudah lama ‘nganggur’ di garasi rumahku. Tergerak hatiku untuk menggowes saja ke Stasi. Kapan lagi kesempatan ini terbuka lebar? Kalau tak ke Stasi, yang letaknya hanya beberapa blok dari rumah, tentu aku belum berani ke jalan besar menghadapi mobil mobil yang tak kan ramah pada penggowes amatir ini.

Ternyata setelah sekian tahun tak pernah mengayuh, diperlukan keseimbangan badan yang cukup, agar kita tetap dalam posisi stabil untuk mengayuh. Dalam perjalanan, ada sedikit tanjakan yang perlu dilewati dengan mengeraskan buah betis yang disertai nafas yang memburu. Sebaliknya dalam meluncur kebawah, aku betul betul harus waspada dalam menarik pedal rem, agar sepeda tidak berhenti mendadak pula. Pake feeling lah!
Akhirnya tibalah aku di ujung jalan menuju Stasi. Dari jauh aku sudah melihat mobil Pastor Warhadi memasuki halaman Stasi. Bak tentara yang menang di medan laga, aku melambai lambaikan tanganku kepada beliau. Namun tampaknya ia tak mengenaliku, yang hari itu spesial pake jaket komplit dengan syal plus tas ransel kecil.

Aku memutuskan untuk memarkir sepeda yang tak berkunci itu di gerbang pintu menuju sakristi, agar aman oleh tangan tangan jahil. Disana bertemulah aku dengan Pastor Warhadi yang sedang bersiap –siap. Ia menyarankan padaku untuk parkir disitu saja, sembari sedikit kaget, siapa gerangan ibu yang bersepeda ini. Tak ayal beberapa umat stasi yang ku kenal, ikut datang melihat-lihat sepedaku, sembari ada yang bilang :” Wah, saya mau juga nih ke gereja naik sepeda”. Terfikir oleh saya saat itu, jika benar banyak umat yang datang bersepeda dari lingkungan sekitar gereja, tentu tak di perlukan lagi lahan parkir yang luas untuk menampung mobil- mobil yang ada.

Singkatnya, usai misa saya otomatis bergegas merogoh saku celana saya untuk mencari kunci mobil. Sempat sesaat aku tertegun, karena tak menemukannya! Aku baru tersadar, ketika melihat sang sepeda masih bersender manis di tempatnya. Aku tak ingat lagi, apakah saat itu aku berharap sepedaku berubah jadi mobil ya? Atau sebaliknya, apa sepeda perlu kunci mobil kah?

Kemudian sampailah aku menggowes ke depan Warung Cerbon yang ada di ujung kiri jalan menuju arah rumahku. Perut mulai keroncongan. Aku memutuskan untuk berhenti disitu untuk menyantap lotek kesukaanku. Paman parkir datang menyambutku dengan ramah. Bak gaya seseorang yang meminta jasa valet parking, langsung kuserahkan sepedaku kepada si paman. Ia pun lantas sigap mengambil sepedaku. Entah dimana diparkirnya, aku pun sudah tak peduli.

Usai bersantap, ku keluarkan selembar ribuan anyar dari dompetku. Paman parkir pun dengan gesit menyambarnya sembari menyerahkan sepedaku dengan membungkukkan badannya dengan hormat ke arahku. Valet parking tanpa karcis! Tapi…ya sudahlah, servisnya memuaskan kog!

Tak lupa, ketika aku mau mulai mengayuh sepedaku ke arah jalan besar, ia membunyikan pluit parkirnya …priiiiiittt…dengan suara lantang yang amat panjang sambil memberhentikan mobil yang hendak lalu lalang!
Dalam hati aku geliiiiiiiiii… sendiri, tapi tak berani ketawa sendiri lagiii…Padahal suara hatiku sudah ingin ngakak! Tapi kutahan- tahan sambil tetap mengayuh dan menahan tawa agar tak dikira ibu ini perlu dibawa ke RSJ!

Paman parkir telah memberikan pelayanan terbaiknya! (Rosiany T. Chandra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar