Selasa, 05 Maret 2013

Bukan Hanya Cerita Di Dalam Hati

Seorang imam tengah berdiri di belakang meja altar, sambil merentangkan kedua belah lengannya. Kasula bermotif indah yang dikenakannya terpampang jelas…
Nyaris tak pernah terfikirkan oleh kita, siapa dibalik rancangan artistik yang berunsur etnik tersebut, sampai saya bertemu dengan seorang wanita yang berparas manis dengan tutur kata yang lembut. Ia adalah Sandra S. Hariadi, seorang designer rancang motif dan kacapatri yang secara “tak sengaja” terjun dalam rancang motif stola dan kasula.
Awalnya adalah Pastor Christophorus H. Suryanugraha OSC, ketua Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia yang menawarkan Sandra untuk merancang kasula para imam yang akan digunakan dalam peresmian gedung pastoral gereja Santa Perawan Maria Sapta Kedukaan – Pandu, Bandung. “ Saya mau saja, karena ini merupakan tantangan baru bagi saya”, ujar Sandra, sarjana S1 Seni Rupa dan Design ITB , jurusan Seni Murni – Studio Seni Keramik.
Sejurus berselang, sudah ada 14 motif kasula dan stola hasil kolaborasi mereka bersama. Motif yang dihasilkan sebagian besar adalah hasil eksplorasi motif kain etnik yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. “ Biasanya saya menyesuaikan motif dari daerah tertentu yang akan dikembangkan, tergantung di mana kasula tersebut akan digunakan” imbuhnya kemudian. Selain itu tak jarang pula ia merancang motif geometris yang telah dikomposisi ulang menjadi sebuah motif baru. Untuk hal ini, Sandra tetap berkonsultasi dengan Pastor CH Suryanugraha OSC, agar rancangannya tetap dalam pola dasar liturgis yang menciptakan keindahan bagi Tuhan. Hingga kini kasula hasil rancangannya banyak digunakan di berbagai misa, seperti tahbisan imam, misa khusus dll di berbagai kota di Indonesia.
Cerita Di Dalam Hati
Ketertarikannya pada bidang seni rupa bermula sejak ia masih sekolah di SD St Angela. Pelajaran menggambar sangat ia senangi. “ Melalui sebuah gambar, saya bisa mengungkapkan sebuah “cerita di dalam hati” hingga menjadi sebuah wujud nyata”, papar istri seniman patung, Pius Prio Wibowo ini. Disamping itu, apa yang ia rasakan, dan ceritakan di dalam hati bisa terungkapkan lewat bentuk, warna dan rangkaian cerita/puisi dari gambar tersebut.
Tahun 1987 ia diterima di FSRD (Fakultas Seni Rupa dan Desain)ITB, Jurusan Seni Murni, Studio Keramik. Ia memilih studi keramik karena tertarik untuk berkarya dalam bentuk tiga dimensi. Menurut Sandra, bahan dasar tanah liat yang digunakan untuk membuat karya keramik, adalah bahan yang kelihatannya mudah untuk dibentuk, namun ternyata perlu perjuangan dan kesabaran khusus untuk mendapatkan hasil yang baik. “Selain itu, hampir selalu ada unsur kejutan pada hasil akhirnya, misalnya gagal, retak atau glasir beda warna, bahkan rusak atau sebaliknya malah menjadi lebih artistik!” ujar ibu dari Damian Satya Wibowo, putra semata wayangnya.
Kacapatri
Menurut Sandra, pengolahan kreatifitas dalam bidang seni rupa bisa dijadikan dasar bagi bidang artistik lainnya. Oleh sebab itu, selain merancang motif kasula, ia juga berkarya di bidang relief keramik serta elemen estetis interior rumah. Selain itu ia juga menekuni dan mengerjakan proyek kacapatri. “Saat ini saya sedang mengerjakan kacapatri untuk Gereja Santa Maria Magdalena di Maumere, Flores”, paparnya. Selanjutnya ia menyampaikan bahwa fungsi dari kaca jendela adalah meneruskan cahaya dari luar atau dari dalam ruangan. Tetapi ketika kaca jendela itu diberi sentuhan artistik, dalam hal ini kacapatri, akan memberi kesan tertentu bagi interior ruangan tersebut. Ketika kacapatri yang ada di gereja tidak lagi bercerita tentang isi hatinya, melainkan menyampaikan tentang isi hati Tuhan, Sandra mengungkapkan: “ Hal inilah yang membuat saya tertarik menekuninya, karena sebuah ruangan menjadi lebih bermakna pada akhirnya”, jelas umat paroki Santa Odilia – Cikutra, Bandung ini dengan antusias.
Kesimbangan Spiritual
Sejak SMA hingga masa kuliah, ia sudah aktif di mudika lingkungan dan kampus, antara lain mendekor berbagai kegiatan KMK serta menghias kandang natal di Katedral. Selain itu sejak 1997 hingga kini, ia adalah sekretaris lingkungan Santo Rafael, Bojongkoneng, tempat ia bermukim. Ditengah kesibukannya tersebut, sejak tiga bulan yang lalu ia bergabung dengan paduan suara Caeli Cola, sebagai salah satu bentuk pelayanan bagi gereja dan Tuhan. “Masih tersisip keinginan untuk berbuat lebih lagi, terutama dengan menggunakan talenta artistik yang dikaruniakan Tuhan kepada saya, yang mungkin sudah dimulai dengan rancang motif kasula dan kacapatri untuk gerejaNya” harap Sandra.
( Rosiany T Chandra) Telah dimuat di majalah Komunikasi edisi Februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar