Kamis, 29 Desember 2011

Mau Diusirpun Tetap Nongol



Ketika ayah Nanoet secara pribadi mohon izin kepadanya untuk menikah kembali pada tahun 1997, ia sontak tidak menghalanginya. Hal itu terjadi karena ia tahu persis betapa pahit dan pelik rasa hati itu kala tujuh tahun silam berselang, pernikahannya tidak direstui oleh ayahnya.

Wanita pengusaha sebuah Resto ternama di kota kembang yang bernama lengkap Meyanna Nugroho ini, kembali teringat akan peristiwa pada waktu ia akan menikah dengan tambatan hatinya, Jonni BS Nugroho, yang kini telah menjadi suaminya sejak 25 Desember 1989.
Nanoet, demikian ia sehari-hari disapa, adalah bungsu dari empat bersaudari yang perempuan semuanya. Kendati ayah dan ibu Nanoet beragama islam, Nanoet dan saudari lainnya pernah mengenyam pendidikan di sekolah katolik. Lulus Sekolah Menengah Atas St. Angela pada tahun 1985, Nanoet lalu diterima di fakultas FISIP, jurusan Hubungan Internasional, Universitas Katolik Parahyangan. Ia bertemu Jonni, pada acara Malam Gembira yang diselenggarakan oleh himpunan mahasiswa FISIP. Nanoet tampil sebagai salah satu pengisi acara dalam malam keakraban tersebut; sementara Jonni, adalah ketua kelompok Padhyangan yang melatih acara yang akan ditampilkan. Sejurus kemudian, rupanya
hati mereka saling berpaut, dan sejak 1987 mereka resmi berpacaran.

Backstreet

Ayah Nanoet, seorang dosen dan ketua jurusan di sebuah universitas terpandang di Bandung, tentu saja tak memberi restu atas hubungan mereka itu karena Jonni seorang katolik yang tak seiman dengan Nanoet. Walaupun saat itu Jonni sudah bekerja, Nanoet tetap tidak bisa meyakinkan ayahnya. Ibu Nanoet (almarhum) yang pernah mengenyam pendidikan Belanda, lebih lunak. Tak bisa dihindari, mereka pun pacaran secara backstreet dengan sepengetahuan ibunya. Kini, ibu dari dua putra (Bimo, 20) dan (Adhi 15) itu mengenang bahwa hanya itulah satu-satunya jalan saat itu untuk tetap bisa menjalin kasihnya dengan Jonni. Nanoet dan Jonni tidak pernah berkecil hati atas kurangnya dukungan itu dan tetap memperjuangkan cinta mereka. Sehari-hari Nanoet tetap giat menyelesaikan kuliahnya dan tidak pernah sekalipun menaruh benci pada ayahnya. Sebaliknya, keluarga Jonni, sebuah keluarga katolik yang terpandang di kota Bandung, sejak dari awal tidak pernah menghalangi kehadiran Nanoet.

Pada tahun 1989, saat ia menyusun skripsi, Jonni melamarnya. “Pada saat itu hanya satu hal yang timbul dibenak saya, yakni; saya ingin menikah dengan Jonni!” serunya dengan tekad yang bulat. Sebenarnya Jonni pun siap untuk pindah agama. Namun oleh alasan yang sederhana, yakni masalah pendidikan anak nantinya, akhirnya Nanoet-lah yang pindah agama. “ Saat itu aku mau menjadi katolik, karena ingin menikah dengan Mas Jonni, itu saja alasannya”, akunya dengan jujur danspontan.

Diusir
Diam-diam ia sudah mempersiapkan segala sesuatunya, baik untuk
baptisan maupun untuk hari pernikahannya. Ibunya mengetahui rencananya tersebut, namun tidak bisa berbuat banyak karena tidak ingin menimbulkan amarah ayah Nanoet yang belum mengetahui rencana mereka. Akhirnya menjelang Natal, pada tanggal 21 Desember 1989, Nanoet dibaptis menjadi katolik. Ketika kenyataan ini toch diketahui sang ayah, tak pelak hari itu juga Nanoet diusir oleh ayahnya keluar dari rumah. Padahal itu adalah empat hari menjelang hari pernikahan mereka yang sudah ditetapkan, pada tanggal 25 Desember 1989. “ Biar bapak bilang, aku bukan anak bapak, namun kenyataannya darah bapak mengalir padaku, jadi aku tetap anak bapak”, ratap Nanoet pada saat terpaksa
meninggalkan rumah orang tuanya hampir 22 tahun yang silam.

Satu-satunya tempat ia bisa mengungsi sementara waktu, adalah ke
tempat eyang dari ibu. Sehari menjelang pernikahannya, ia pun
mengalami teror yang tidak menyenangkan dalam upaya menggagalkan rencana pernikahannya. Sekali lagi Nanoet tidak pernah meratapi atau berkecil hati dalam menghadapi semuanya. Ia dan Jonni tetap tegar dan telaten menjalaninya. Hari Natal, tanggal 25 Desember 1989, menjadi moment yang bersejarah saat cinta mereka diikrarkan dalam sakramen perkawinan di gereja Salib Suci- Kemuning. Saat itu adik ibunya dan kakak yang tertua yang menjadi wali Nanoet. “ Yang aku rasakan saat itu adalah sedih dan gembira, yang ku tak tahu mana porsinya yang lebih besar” demikian ujar wanita yang termasuk cantik ini. “Selain itu, perasaan deg-deg dan was-was akan terjadinya sesuatu juga mencekam ku”, tambahnya dengan mimik yang serius. Bahwa, pada akhirnyasemua saudaranya mendukung pernikahan ini, adalah kenyataan yang amat ia syukuri.

Batu ditetesin bolong
“ Layaknya batu kalau di tetesin terus akhirnya juga akan bolong”,
demikian prinsip nya dalam menghadapi ayahnya. “ Biar aku diusir, aku tetap nongol di rumah orang tuaku setelah kami menikah” ujarnya tanpa sedikitpun menyiratkan rasa dendam. “ Kendati aku dan Mas Jonni tidak diajak berbicara oleh ayah, kami tetap hadir dalam acara yang diadakan oleh keluarga seperti tidak terjadi apa-apa”, tambah Nanoet sambil meminum juice di sore yang terik itu.

Sampai suatu ketika, saat ayah Nanoet ingin menikah kembali,
sepeninggal ibunda tercinta pada tahun 1996, Nanoet sama sekali tidak menentang rencana ayahnya. Ia faham betul, bagaimana rasanya menjalani pernikahan yang tak mendapat restu saat itu.

Silaturahmi yang sefihak ini berlanjut terus setelah pernikahan
ayahnya. Rupanya aksi “kuat-kuatan” dari Nanoet ini membuahkan hasil. Sampai pada suatu ketika di malam takbiran di tahun 2000, ayah Nanoet bertanya singkat padanya:” Jonni mana?” “ Suruh kesini”, pinta ayahnya luluh. Bukan main senangnya Nanoet dan Jonni saat itu. Menunggu tiba hari yang berbahagia ini selama sepuluh tahun lamanya, bukanlah waktu yang sebentar. Seiiring dengan berjalannya waktu, hubungan mereka pun mencair dan makin membaik.

Aktif di gereja
Selain mengelola resto miliknya, Nanoet sudah mulai aktif di gereja
sejak 1994. Mantan ketua lingkungan dalam dua periode ini juga mengisi hobbi menyanyinya sebagai pemazmur di parokinya, St.
Laurentius-Bandung. Selain sebagai anggota koor St. Caecelia, ia pun
adalah ketua KEP (2007) serta menjadi tim pemerhati sekolah SD St.
Jusuf I/II. Ternyata ia punya cerita khusus, ketika ditanyakan awal
keterlibatannya yang semula hanya sebagai katolik KTP saja.

Pada tahun 2006, suaminya mengalami patah tulang rusuk dalam
kecelakaan saat mengendarai motor gede. Kondisi Jonni pada saat itu termasuk parah dan ia sempat menerima sakramen perminyakan. Bersama dengan warga lingkungan, Nanoet berdoa serta memohon agar suaminya dipulihkan. ”Tuhan, sampai Jonni sembuh, aku terserah Tuhan deh, mau suruh apa saja, aku akan jalani”, demikian janjinya dalam doa. Mujizat pun terjadi, Jonni tidak perlu menjalani operasi yang seyogyanya akan dilaksanakan untuk menghentikan pendarahan yang semula membenam dirongga dadanya.

Pada hari Jumat Agung itu, Jonni pun keluar dari rumah sakit dan
perlahan-lahan segera pulih. Sejak saat itu Nanoet , sesuai janjinya,
ingin berbagi dengan senang hati dalam berbagai bentuk pelayanannya digereja.
Menekuni hidup ini dalam ketelatenan dengan tak menyimpan rasa dendam sedikitpun, telah menolong Nanoet ringan dalam menjalani setiap tapak yang ditempuhnya.(Rosiany T Chandra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar