Sabtu, 14 Mei 2011

Feng Shui Dan Shio



Ada banyak aneka adat istiadat dan budaya di Indonesia. Salah satunya yang mengambil peran di masyarakat kita adalah budaya Tionghoa. Sejauh budaya ini bisa memperkaya iman kita melalui nilai- nilai tradisi luhur yang terkandung di dalam kultur tersebut, tentu tidak akan terjadi benturan antara agama dan tradisi.

Berdasarkan hitungan kalender bulan Cina, sejak tanggal 3 Februari 2011 kita memasuki tahun shio kelinci. Ada 12 jenis binatang yang mewakili 12 shio yang ada. Diantaranya di mulai dengan tikus, kerbau, macan, keilinci, naga, ular, kuda, kambing, kera, ayam, anjing dan babi. Demikian siklus ini berulang lagi setiap duabelas tahun. Bagaimana sikap pandangan gereja katolik terhadap salah satu budaya Tionghoa ini? Juga terhadap adat istiadat Tionghoa lainnya, yang berhubungan dengan Feng Shui, kelahiran, pernikahan, kematian?

Untuk memperjelas semuanya, seksi wilayah dan komunitas alumni KEP paroki Santa Perawan Maria Sapta Kedukaan/Pandu, Bandung mengadakan seminar yang bertajuk ‘Pandangan Gereja Katolik Terhadap Tradisi Tionghoa’ dengan pembicara Romo Yandhie Buntoro, CDD & Bapak E. Christovani pada tanggal 15 Februari 2011 lalu di gereja Pandu.

Dalam uraiannya, baik Romo Yandhie maupun Bapak E. Christovani menyampaikan antara lain bahwa Feng Shui adalah faham tentang relasi antara manusia dengan alam sekitar yang didasari oleh logika ilmu pengetahuan. Jika dalam penerapannya dimanfaatkan guna mencapai keselarasan dengan wahana lingkungan, tentu tidak akan bertentangan dengan ajaran gereja katolik. Kendati demikian, kepercayaan Feng Shui bukanlah bagian dari iman Kristen (1 Samuel 2:7) yang mengajarkan tentang keselamatan yang kekal.

Sedangkan astrologi, ramalan atau percaya pada shio, juga bukan bagian dari iman orang Katolik, melainkan hanya untuk menandai tahun kelahiran saja, sesuai kebiasaan orang Cina zaman dulu yang menyebutkan kedua belas bulan yang ada dengan lambang binatang. Demikian antara lain yang disampaikan oleh Romo yang mahir bermain Pu- Er, sejenis alat musik gesek tradisional Cina ini.

Dalam salah satu sesi tanya jawab, ia menambahkan pula bahwa Feng Shui hanya tambahan wawasan yang tak perlu diimani dan tak bisa disamakan dengan jalan kebenaran dan hidup( Yoh 14 : 6) Rosiany T. Chandra

(dimuat di HIDUP no 14/3 April 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar