Sabtu, 14 Mei 2011

Menghidupkan Firman Allah Yang Membeku




Seksi Liturgi paroki Santa Perawan Maria Sapta Kedukaan(Pandu) baru-baru ini mewujudkan lontaran idea dari komunitas lektornya untuk menyelenggarakan sebuah workshop yang bertajuk : ‘Menjadi Pelayan Liturgi Yang Oke’. Lokakarya yang bertempat di Aula gereja Pandu, pada hari Minggu, tanggal 27 maret 2011 ini menghadirkan dua orang pembicara, yakni Ibu Maria Oentoe dan Pastor Eka Wahyu Djoko Santoso, OSC.

Ibu Maria Oentoe adalah seorang pengajar senior para lektor dari Keuskupan Agung Jakarta. Sedangkan pastor Eko, demikian panggilan akrabnya, adalah koordinator unit retret dari Rumah Retret Pratista. Dua pembicara itu saling melengkapi saat workshop yang dibagi dalam lima sesi. Acaranya berlangsung dari pkl. 09.00 – 16.00 dengan break santap siang.

Tidak disangka, workshop ini mendapat tanggapan yang amat baik tidak hanya dari paroki paroki yang ada di kota Bandung, tetapi juga dari luar kota seperti Subang, Garut dan Purwakarta. Hal ini nampak dari banyaknya paroki yang mengirimkan entah lektor ataupun utusannya dari minimal lima sampai duapuluh orang peserta. Total tercatat ada 243 peserta yang mengikuti workshop ini. Angka yang jauh melebihi target panitia!

Kehadiran Allah, pertama-tama dirasakan lewat Sabda. Tanpa pewartaan Sabda, kita tak akan mampu mengenali kehadiranNya lewat Pemecahan Roti. Namun kekuatan Sabda ini tidak terletak pada saat kita mendengarnya saja, melainkan dalam daya ubahnya yang mengerjakan karya ilahi ketika kita mendengarkannya. Dalam tindakan mendengarkan itulah Allah hadir menyapa dan mengubah hidup kita. Ketika seorang lektor membacakan kutipan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, saat itulah ia ingin menegaskan kembali kehadiran Sang ilahi dalam hidup manusia. Peran seorang lektor menjadi penting, karena merupakan salah satu bagian kunci dari penyampaian serta penghayatan sebuah liturgi, sarana bagi terjalinnya hubungan antar manusia dengan Allah.

Demikian beberapa hal mendasar yang disampaikan oleh Pastor Eko, sebelum masuk ke sesi berikutnya, yakni saat ibu Maria Oentoe membahas lebih dalam tentang tehnik pengolahan vokal, serta aspek-aspek lain yang harus diperhatikan saat seorang lektor bertugas di atas mimbar.

Ibu Maria Oentoe menyampaikan bahwa dalam membaca firman Tuhan yang akan disampaikan, seorang lektor diwajibkan untuk bisa melihat serta memahami makna yang terkandung dalam naskah yang akan dibacanya. Selain itu, ada beberapa aspek yang perlu dikuasainya, seperti beberapa ketrampilan teknis berikut : pengenalan bentuk huruf, unsur linguistik serta kemampuan menyuarakan firman Tuhan yang membeku dalam naskah menjadi Firman yang hidup dan berdaya.

Untuk itu diperlukan pengucapan kata dan frasa yang tepat, intonasi yang wajar dengan kecepatan yang sesuai pula, sehingga pada akhirnya Firman Tuhan dapat “dipindahkan” ke dalam hati dan budi orang yang mendengarkannya. Dalam membaca, seorang lektor tidak diperkenankan untuk meletakkan pikiran atau perasaan pribadi ke dalam bacaannya. “ Membaca Firman Tuhan, bukanlah sebuah bentuk deklamasi atau dramatisasi sebuah sandiwara”, demikian pesan Ibu Maria.

Pada akhir sesi, bukan sekedar materi teorinya saja yang dibahas, namun praktek membaca serta evaluasinya pun di bahas bersama-sama demi tercapainya dinamika pembacaan yang diinginkan.
Dengan dibagikannya sertifikat keikutsertaan kepada seluruh peserta : “Mari menjadi pelayan liturgi yang oke!!”

Rosiany T Chandra (dimuat di KOMUNIKASI 367 MEI 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar