Rabu, 23 Mei 2012

Keluarga Therapeutis Sekar Mawar

Suasana di ruang keluarga Yayasan Sekar Mawar tampak biasa seperti umumnya ruang keluarga yang kita kenal. Ada seperangkat sofa, sebuah organ dan sepiranti komputer terletak di salah satu pojok ruangan tersebut. Pagi menjelang siang itu, Yohanes, 17 (nama samaran) sedang tergelak riang bersama dengan Ibnu, 21 (nama samaran) ketika mereka duduk bersama di depan layar monitor komputer.
Sepintas mereka layaknya seperti kakak beradik yang tumbuh dalam sebuah keluarga. Yohanes dan Ibnu adalah dua residen dari sementara, enam penghuni Panti Rehabilitasi Yayasan Sekar Mawar. Yayasan yang beralamat di Jl. Tangkuban Perahu, Lembang - Bandung 40391 itu adalah sebuah yayasan sosial dalam naungan Keuskupan Bandung yang bergerak di bidang pencegahan dan penanggulangan masalah penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).
Kala itu, pada tahun 1999, dr. Adjitijo A. Amidjojo, Sp.B dan beberapa rekan dokter sejawatnya serta beberapa aktivis dari berbagai paroki di Keuskupan Bandung prihatin berat akan kondisi Panti Rehab itu yang tidak memadai lagi guna menampung jumlah penderita yang kian meningkat. Mereka bertekad untuk berbuat sesuatu yang nyata. Beberapa waktu kemudian, disepakatilah pendirian Yayasan Sekar Mawar yang dikelola oleh awam, namun didukung penuh oleh (alm) Mgr. Alexander Djajasiswaja, Uskup Bandung saat itu.
Dari awal pengadaan gedung panti, hingga kini untuk biaya operasional sehari-hari, pendanaan diperoleh dari sumbangan para donatur, baik personal maupun lembaga, entah sumbangan tetap atau tak tetap; dan tentu juga juga dari Keuskupan Bandung.
Therapeutic Community
Dr. Adjitijo mengatakan bahwa, Yayasan Sekar Mawar itu didirikan atas dasar keprihatinan dan kepedulian terhadap gelagat semakin meningkatnya jumlah korban Napza di tengah kehidupan masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. “Gejala kecanduan itu tentu saja dapat menjadi jerat yang sangat mengerikan yang dapat menghancurkan kehidupan pribadi dan masa depan korban itu sendiri “, ujarnya dengan nada prihatin. Selain itu ia menyampaikan bahwa keberadaan yayasan ini juga seiring sejalan peranannya dengan upaya pemerintah dalam membantu, mengatasi, mencegah dan menanggulangi kondisi sosial yang semakin memprihatinkan bangsa Indonesia ini.
“ Dalam menjalankan semua kegiatan di yayasan, kami bekerja secara professional dengan pendekatan holistik & komprehensif, dengan menggunakan metoda rehabilitasi yang disebut sebagai pendekatan Therapeutic Community (TC)”, papar dr. Adjitijo selanjutnya. Konsep TC ini berbasis prinsip “man helps man to help himself/herself”, yang kurang lebih maknanya adalah, "dibantu untuk mampu membantu dirisendiri dalam sebuah keluarga." Metoda dari Amerika ini dikemas oleh satu team professional yang terdiri dari psikiater, psikolog, pararelawan/wati (guru, guru agama dll), para konselor (mantan pecandu yang sudah mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus). Tugas mereka diawasi dan diarahkan oleh beberapa konselor profesional dan seorang Program Manager.
Jeremias, Program Manager yang ditemui di panti mengatakan bahwa hingga saat ini, Yayasan Sekar Mawar telah “meluluskan” kurang lebih seratus orang residen yang kembali ke masyarakat dengan “bersih”. Ia mengakui bahwa standar keberhasilan ini kendati bisa diukur pada mantan residen, tetap diperlukan sebuah supervisi yang ketat untuk memantau tingkat keberhasilan yang akurat dan permanen." Memang ada beberapa mantan residen yang kemudian terjerat kembali, namun tak urung banyak juga yang sudah berhasil kembali ke masyarakat dengan ketrampilan dan pekerjaan yang baik.”, tutur Bro Jerry, demikian ia akrab disapa oleh residen di keluarga Sekar Mawar.
Family Concept
Lebih jauh, konsep Therapeutic Community ini selain berbasis pada sisi spiritual, juga berpola pada "behavior shaping (pembentukan perilaku), vocational skill (kemampuan ketrampilan) dan therapeutic session" ( sesi terapi). Selanjutnya ia menandaskan bahwa selain mentaati program pemulihan diatas, residen dikondisikan hidup bersama dalam sebuah pola family concept, yakni hubungan mereka dibina seperti layaknya dalam sebuah keluarga normal. Dengan demikian, antara lain mereka mendapat tugas, seperti memasak, mencuci dan pekerjaan rumah tangga lainnya, sesuai jadwal masing-masing. Sejurus ini, residen dipersiapkan dan dibekali pula dengan berbagai ketrampilan yang ia minati, agar siap terjun kembali dengan produktif ke dalam masyarakat. “Ketika diterapkan pada residen, konsep TC ini memang menjadi sebuah acuan, namun acapkali perlu ada penyesuaian tertentu sesuai latar belakang masing-masing residen” , imbuh Bro Jerry.
Yohanes, salah satu residen yang ditemui siang itu mengatakan, bahwa tak sia-sia ia dibawa oleh orang tuanya dari Singkawang, Kalbar ke keluarga therapeutis ini. “ Saya sudah memakai inhaler sejak usia sepuluh tahun, yang kemudian meningkat ke ganja “, ujarnya. Ia sudah tinggal di keluarga Sekar Mawar selama lima belas bulan. “ Kini saya sudah boleh keluar sendiri untuk beberapa jam”, ujarnya dengan bangga. Bro Jerry yang juga seorang mantan pecandu menyampaikan bahwa setelah dievaluasi perkembangannya, seorang residen perlu mendapatkan sebentuk kepercayaan kembali yang telah musnah akibat ketergantungannya.
“Pelecehan fisik dan verbal yang dialami seorang anak membuat ia mempunyai mental yang rapuh. Demikian pula faktor suasana keluarga yang tidak harmonis sangat mempengaruhi kestabilan jiwa seorang anak. “ papar Bro Jerry. Ditambah kemudian oleh pengaruh lingkungan, yang membuat pola pikirnya melenceng dan lari kepada sebuah “pembenaran semu”, yang ditemukannya pada zat zat adiktif tersebut.
Badan Narkotika Nasional
Selain memberikan program rehabilitasi kepada residen, Yayasan Sekar Mawar membina kerja sama dengan BNN ( Badan Narkotika Nasional) dalam memberikan penyuluhan masalah NAPZA dan penanggulangannya bagi masyarakat. Aksi ini dilaksanakan di berbagai tingkat lembaga pendidikan, gereja serta instansi terkait lainnya. Disamping itu secara berkala, pelayanan konsultasi juga diberikan bagi penderita, keluarga dan masyarakat umum. Sebagai kegiatan pendukung, Family Support Group telah dibentuk dengan tujuan untuk menata kembali kehidupan keluarga residen dan mantan residen. Pemulihan dalam keluarga ini diperlukan untuk mengatasi berbagai ganggguan dan masalah yang muncul akibat sikap dan perilaku anggota keluarga yang menjadi pecandu.
Dr Adjitijo menyampaikan bahwa sementara ini, kapasitas yang tersedia di keluarga Sekar Mawar adalah untuk lima belas orang. “ Kami hanya menerima residen pria saja, karena keterbatasan ruangan yang ada”, ujar suami dari dr. Widyastuti Amidjojo ini dengan nada sesal. Disamping keprihatinan tentang residen yang kabur, keterbatasan dana yang tersedia juga menjadi kecemasan tersendiri dari pihak pengelola. Namun dr Adjitijo tetap optimis upaya regenerasi kepengurusan yang sedang dipersiapkan bisa terlaksana dengan baik. Dengan begitu, kepedulian Gereja terhadap sesama yang menderita, khususnya para korban narkoba, bisa dilestarikan sesuai dengan integritas moral dan falsafah yayasan.( Rosiany T Chandra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar