Sabtu, 25 Agustus 2012

Ungkapan Kasih Si Tampang Preman

Kim Hok sangat terharu ketika untuk kesekian kalinya ia bisa kembali menuntun ibunya sambil menatap Bunda Maria di Lourdes pada suatu senja di bulan April yang lalu.
“Ya Bunda, aku amat bersyukur masih dikasih kesempatan bisa hadir lagi disini bersama ibuku”, begitu gumamnya dalam hati saat berdoa menyapa Bunda Maria di tempat ziarah gua Maria –Lourdes. Sambil tetap menggamit pundak ibunya, diiringi sikap tubuh khusyuk membungkuk ia menyampaikan rasa terima kasihnya sambil tetap mengingat betapa banyak orang yang nasibnya tak seberuntung dengannya.
Lajang bernama lengkap Cornelius Kok Kim Hok ini memang gemar berziarah sambil berwisata, baik di dalam maupun ke luar negeri. Setiap kali bepergian, ia selalu mengajak ibunya, Maria Tju ( 78). Tak pernah sekalipun ia meninggalkan ibunya, entah itu sampai ke kutub utara sekalipun. Sehari-hari, tutur katanya pun sangat santun disertai hormat bakti terhadap segala keperluan ibunya. “Kan kasian Mama, dulu kami hidup serba susah. Jangankan bepergian, untuk membesarkan kami yang sembilan bersaudara pun sudah kumuh bergelimang peluh dan air mata”, ujar Kim Hok terharu! “Jadi sekarang saatnya ia menikmati hari tua bersama saya”, imbuhnya kemudian.
Sosok Preman
Penampilan sekilas pria pecinta pernik asesories ini memang tampak kontroversial. Watak dan hatinya lembut dan pengasih, namun sosoknya tak pelak lagi nampak garang a'la preman dengan segala atribut anting dan gelang yang menggelantung meriah. Namun ungkapan yang mengatakan “Jangan menilai sesuatu dari bungkusnya”, agaknya memang sangat tepat ditujukan bagi pria kelahiran 1955 ini. Terlebih ketika ia masuk ke dalam gereja. Sikap tubuhnya yang heboh itu sontak berganti dengan sikap hormat dan tulus yang tak dibuat-buat.
Jauh sebelum ia dibaptis pada tahun 1996 di gereja St. Paulus –Bandung, Kim Hok sudah rajin berdoa Novena dan membaca renungan rohani setiap malam. Saat itu ibu dan adik-kakaknya sudah menjadi katolik. Suasana doa dalam rumahnya memupuk imannya hari demi hari hingga membawanya menjadi seorang katolik, yang ia yakini sebagai sebuah panggilan bukan suratan takdir. "Sampai sekarang pun, kalau malam tak berdoa Rosario, seperti kerasa punya hutang!”, demikian ungkapnya diiringi senyum dan tawa lebar. “Sesulit apapun kendala yang dihadapi dalam pekerjaan, selalu ada jalan. Tak pernah sekalipun Ia mengecewakan saya”, aku pria yang hanya sempat mengenyam pendidikan hingga SD ini. Selain itu Bunda Maria selalu membantunya. Itulah yang senantiasa membangkitkan semangatnya untuk berziarah.
Berdagang Ikan Asin
Sejak masa kecil hingga 1990 ia tinggal di Garut. Bersama orang tua,ia hidup berdagang ikan asin. Kendati hidup prihatin, ia melawati masa kecilnya dengan bahagia. Sejak kecil Kim Hok memang gemar memasak. Hobby masaknya itu dapat ia salurkan kerna saat berangkat remaja ia bekerja pada sebuah catering di Garut. Disana ia banyak belajar tentang seluk beluk bisnis catering ini. Kemudian pada tahun 1992, Kim Hok hijrah ke Bandung. Disini ia mulai bergulat jatuh bangun dalam mengawali usaha jasa catering dengan mandiri kecil-kecilan. Tahun demi tahun berselang, usahanya membuahkan hasil serta berkembang pesat. Kim Hok melayani pesta dari pesanan 100 hingga 4000 orang. “Namun belum pernah untuk 5000 orang seperti Tuhan Yesus menyediakan roti dan ikan di bukit”, diiringi gelak tawa Kim Hok yang memang gemar bercanda.
Berkat Untuk Dibagikan
Kini, berkat rezeki yang dimilikinya, Kim Hok tetap hidup sederhana dan senang bisa berbagi sebanyak mungkin kepada sesama. “ Aku hidup sendiri, makan juga hanya sepiring nasi, buat apa aku berkat banyak-banyak kalau tak dibagikan kepada orang lain”, tuturnya dengan mimik serius. Pria yang punya hobby dansa ini serta merta menangguk kebahagiaan ketika bisa menyisihkan rezekinya bagi berbagai keperluan gereja, seperti: kasula, piala, madah bakti, monstran, perbaikan jalan salib dsbnya. “ Berbagi sesuatu kepada orang lain, tanpa melihat sisi materinya, bagiku adalah sebuah saluran ungkapan cinta kasihku kepada anak istri yang tak kumiliki”, gelak Kim Hok dengan santai. Selain itu ia menyampaikan bahwa saat muda, ia amat sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tak sempat menikah. “ Kini serba tanggung juga untuk menikah”, katanya dengan raut wajah tanpa sesal sedikitpun.
Selain senang berbagi kepada para saudara dan keponakannya, kepada para karyawannya pun Kim Hok tak pelit dan selalu memperhatikan kesejahteraan mereka. “ Sehari-hari, sebelum saya keluar rumah, saya musti menyediakan makanan yang cukup bagi mereka. Kan kasian mereka tak bisa keluar rumah, sedangkan saya kan bisa makan dimana saja”, demikian paparnya sambil merapihkan gelang yang gemerincing di pergelangan tangannya. “ Pak Kim Hok adalah bos yang terlalu baik, kocak dan sangat dermawan”, kata Soleh, karyawan yang telah mendampinginya selama 16 tahun. “ Ia sangat cepat mengulurkan bantuan kepada korban bencana alam” tambahnya kemudian.
Sebaliknya kepada mereka, Kim Hok bersikap seperti kepada saudaranya sendiri. Oleh sebab itu kepercayaan yang ia berikan telah berbuah loyalitas masa kerja hingga belasan tahun. “Biarlah saya makan ikan peda, asal mereka boleh menikmati daging“, demikian umpama ilustrasi yang ingin ia ungkapkan tentang kepeduliannya terhadap karyawannya.
Tak Usah Dipikir
Saat musim sepi pesta pernikahan tiba ataupun di sela-sela kesibukannya ia bebas pergi berwisata kemana saja. Namun ia tetap mengutamakan ziarah kepada Bunda Maria dan ke biara-biara. Kecintaannya kepada saudara, keluarga dan para keponakannya demikian besar, sehingga ia menekankan pentingnya kebersamaan dan kerukunan dalam keluarga. Sehingga apa yang ia miliki adalah milik seluruh keponakan dan saudaranya juga. Hal ini dibuktikan dengan kunci rumahnya yang dimiliki oleh seluruh keponakan-keponakannya. Mereka bebas tinggal dengan leluasa di rumah Kim Hok yang luas. “Saya sudah merasakan sendiri betapa tak enaknya hidup dalam kondisi serba kekurangan, oleh sebab itu saya gemar memberi kepada siapa saja yang memerlukan”, demikan pengakuannya ketika disinggung tentang kedermawaannya.
Di hari tuanya ia tak bercita apa-apa. “Biarkan semua mengalir dan jalanin saja, yang penting aku tetap bisa memberi dan berbagi”, harap Kim Hok. Ia percaya Tuhan yang akan mengatur, dus tak usah dipikir panjang.
( Rosiany T Chandra)
telah dimuat di HIDUP no 29/Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar